Senin, 31 Desember 2012

Locus of Control dan Sikap

Seseorang tidak terluka hatinya oleh apa yg terjadi , tetapi oleh opini yang ia ciptakan atas apa yamg terjadi ( Michel De Montaigne )

Apa itu Locus of Control ? 
Sebetulnya ini istilah keilmuan yang banyak di pakai dalam kajian Psikologi.
Secara sederhana , Locus of Control adalah persepsi seseorang tentang kenapa kenapa sesuatu terjadi pada dirinya atau kekuatan apa yang mendorong dirinya untuk melakukan sesuatu..../ person perseption of why thing happens or what force drives the behavior.

Sabtu, 08 Desember 2012

LEASA DAN MAULANI


Pada pertengahan abad ke-17, kompeni VOC menjalankan menopoli perdagangan rempah – rempah di Maluku. Untuk tujuan tersebut, maka dijalankan Pelayaran Hongi (Hongitochten) yaitu pelayaran untuk membasmi tanaman cengkih yang tidak termasuk dalam wilayah kekuasaan kompeni.
Pada waktu itu di jazirah Leitimor belum banyak ditanami pohon cengkihsehingga kapitan – kapitan di daerah ini sering dimanfaatkan kompeni untuk menjalankan pelayaran tersebut. Tindakan ini dirasakan sangat merugikan masyarakat sehingga tidak disetujui oleh orang – orang Ternate yang sebagian besar berdiam di jazirah Hoamual, Seram Barat. Akibatnya dengan bantuan Makassar, 
Raja Luhu di Hoamual melakukan perlawanan terhadap kompeni dibantu kapitan – kapitan dari Leitimor yang disebut Perang Hoamual. Di antara kapitan yang membantu kompeni adalah Latumeten dan Angkotta dari semenanjung Nusaniwe. Dalam perlawanan tersebut raja beserta para kapitan Luhu berhasil dibunuh, kecuali Kapitan Leasa ( = Lessa ) dan Maulani. Kapitan Angkotta dan Latumeten selanjutnya mengambil Leasa dan Maulani masing – masing sebagai anak angkat mereka dan bersama – sama berdiam di semenanjung Nusaniwe. 
Matarumah Maulani memiliki hubungan saudara dengan matarumah Singkery sehingga keduanya menggunakan gelar matarumah yang sama.

CERITA KENARI BONGKO

Pada waktu Salhuteru memerintah di Ukuhuri, kapitan negeri Seilale yang berasal dari Gorom bernama Pattinaelai (kelak dipermandikan dengan nama Loppies sebagai Raja Seilale) ditawan oleh kapitan matarumah Laukon bernama Nakutulaisou di negeri Kilang. Pattinaelai kemudian dibebaskan kebali ke negeri Seilale oleh seorang kapitan Seilale lainnya bernama Hurihatur (Kapitan matarumah Kailola). Hurihatur adalah tukang sunat keturunan seorang seorang imam bernama Wahit di negeri Kailolo. Kapitan Nakutulaisou kemudian datang ke Ukuhuri dan Seilale untuk melakukan perlawanan dengan kapitan Hurihatur. Ketika mendengar bahwa kapitan Nakutulaisou memasuki daerah kekuasaannya untuk melakukan perlawanan, Salhuteru sangat marah dan berjanji akan memberikan anak gadisnya kepada kapitan yang dapat membawa kepala Nakutulaisou secara utuh kepadanya. Pada waktu tiba di semenanjung Nusaniwe, Nakutulaisou bertemu dengan kapitan Hurihatur yang sedang memanjat sebuah pohon kenari yang oleh penduduk setempat disebut Kenari Bongko. Nakutulaisou meminta kenari diberikan oleh Hurihatur, tetapi ketika Hurihatur meminta pinang, Nakutulaisou memberinya di ujung parang sambil menyerang Hurihatur. Dalam perkelahian tersebut, Hurihatur berhasil memenggal kepala Nakutulaisou dan memotong lidahnya.[Peristiwa ini menyebabkan matarumah Kailola dilarang menerima sesuatu dari matarumah Laukon]. Kepala tanpa lidah tersebut, kemudian ditemukan oleh seorang kapitan bernama Oppier dan membawanya kepada Salhuteru agar dapat mengawini anak gadis kapitan tersebut. Lasanteru kemudian mengawinkan anak gadisnya dengan kapitan Oppier, tetapi ketika perkawinan tersebut hendak dilangsungkan, datanglah kapitan Hurihatur dan menceritakan kejadian yang sebenarnya bahwa yang membunuh Nakutulaisou adalah Hurihatur dan kepala Nakutulaisou yang dibawa kapitan Oppier tidak utuh karena tidak memiliki lidah. Hurihatur menyindir kapitan Oppier dengan julukan Latu Seri Poppot (de vorst die Versot is op Vrouwelijke Schaamdeleen) yang dapat diartikan sebagai Kapitan ‘Mata‘ Perempuan. Gelar ini kemudian diperpendek menjadi Latusripa yang digunakan sebagai gelar matarumah Oppier hingga saat ini. Akibat peristiwa tersebut Lasanteru dari Ukuhuri (Kelak disebut Latuhalat) menjalin hubungan persaudaraan dengan kapitan Hurihatur (Matarumah Kailola) di negeri Seilale. Latar belakang inilah yang menyebabkan kedua negeri ini mengaku sebagai “ Negeri Kembar “ dan bersepakat untuk menetap dalam suatu petuanan hingga saat ini.

SUKUN LATUHALAT

SUKUN....DiLatuhalat pohon sukun tumbuh dengan suburnya sepanjang pantai berdampingan dengan pohon kelapa yang mana kedua pohon ini menjadi nilai jual yang bagus dan sebagai bahan pangan .
Sukun bahkan dapat hidup didaerah karang dan pantai dan tahan dalam segala macam cuaca dan berumur panjang namun seiring dengan pertumbuhan penduduk serta tidak ada yang menanam pohon sukun maka yang ada sekarang pohon sukun yang sudah berumur tua serta penambangan buat tempat tempat rumah maka pohon sukun mulai berkurang.
Manfaat buah  sukun secara alami masih sebatas bahan makanan , kadang di goreng, dibakar baru dibuat sukun sirop yang  enak kalo dimakan kapan saja.

Padahal selain itu buah sukun mempunyai khasiat tambahan yang sangat baik buat kesehatan,
Kegunaan buah sukun untuk kesehatan telah dikenal sejak lama yaitu untuk mengobati berabagai macam jenis penyakit. Buah sukun (Artocarpus altilis) termasuk dalam famili Moraceae alias keluarga Mulberry, memiliki kandungan karbohidrat dan protein yang lebih tinggi. Buah Sukun juga berfungsi sangat baik untuk dikonsumsi bagi penderita jantung, ginjal, diabetes serta penderita penyakit liver, selain itu Kegunaan Buah Sukun juga untuk melancarkan pencernaan serta memperkuat tulang dan gigi.

Manfaat Buah Sukun Sebagai Makanan Diet
Apabila dibandingkan dengan bahan pangan pokok lainnya, buah sukun ternyata memiliki banyak khasiat, dibandingkan dengan manfaat ubi jalar, ubi kayu, maupun kentang, buah sukun memiliki kandungan karbohidrat dan protein yang lebih tinggi dan bahkan dibandingkan beras, kandungan karbohidrat sukun terbilang setara, namun kalori sukun sangat rendah, sehingga cocok sebagai menu diet yang sehat.
Kandungan Buah Sukun
Menurut penelitian Kandungan buah sukun juga terbilang tinggi, baik mineralnya maupun kandungan vitaminnya dan juga mengandung banyak unsur fitokimia yang sangat penting bagi tubuh, terutama dari beberapa jenis asam amino esensial, seperti isoleusin, methionin, lysine, histidine, tryptophan, serta valin.

Bukan hanya buahnya yang berguna, namun daunnya pun dapat digunakan sebagai bahan obat untuk pengobatan ginjal. Cara pembuatannya sebagai berikut :
Pertama, siapkan tiga lembar daun yang berwarna hijau tua, namun masih menempel di dahan. Kemudian cuci bersih pada air mengalir. Selanjutnya dirajang lalu jemur sampai kering.
Selanjutnya, Siapkan pula wadah lalu isi dengan air bersih dua liter. Usahakan wadah tersebut terbuat dari gerabah tanah liat, tapi jika pun tak ada bisa juga memakai panci stainless steel. Masukkan dedaunan kering itu lalu dimasak sampai mendidih, sisakan air tersebut sampai volumenya tinggal separuh. Selanjutnya, tambahkan air bersih satu liter, dan didihkan lagi sampai separuh.
Saringlah rebusan daun sukun itu. Air rebusan akan berwarna merah, seperti warna air teh. Rasanya juga cukup pahit.
Minumlah saat hangat, tak boleh disisakan untuk kesesokan harinya. Demikian lakukan seterusnya hingga sembuh.
Agar lebih efektif dalam pengolahan lakukan cara berikut, siapkan lembar daun hijau tua sebanyak 3 x 7 = 21 lembar. Proses selanjutnya persis seperti cara di atas, sehingga kita punya sejumlah rajangan daun sukun kering, tapi dibagi-bagi menjadi tujuh bungkus. Tiap hari ambil sebungkus, rebus, saring, dan minum. Jika Anda termasuk tak tahan pahit, bisa ditambahkan sedikit madu setiap kali minum.



Demikian yang info tentang sukun mungkin sewaku waktu kalo katong  ke Latuhalat ada musim sukun biasanya tuan rumah suka memberikan sukun sebagai oleh oleh namun sebelumnya di suguhi sukun goreng.

BATU BICARA

Namalatu oh tempat yang indah dan menawan .
Banyak  orang yang datang melepas penat dan menikmati keindahannya, dan tak lupa duduk di batu bicara sambil menikmati butiran ombak yang pecah di badan  karang hancur di kerikil yang putih.
Pada awal abad ke -16 datanglah seorang kapitan Seram yang sangat kuat dari Tanjung Sial bernama Lasanteru (= Tiga insan). Ia datang ke Ukuhuri dan singgah di sebuah labuhan yang disebut Namalatu ( = Labuhan Raja). Lasanteru bertemu dengan lima kapitan yang telah mendahuluinya yakni Oppier (Soa Latu), Lekatompessy (Soa Tomahuat), Latumeten (Soa Tehuwani), Risakotta (Soa Papala) serta Narua (Soa Tutuwarong) dan melakukan perundingan pada suatu tempat bernama Hatulebesou ( = Batu Bicara ). Dalam pertemuan tersebut Lasanteru dipilih menjadi pemimpin semua kapitan di Ukuhuri dengan gelar Latuhalat (= Raja di Bagian Barat ), sedangkan Latumeten hanya memimpin kampung Tupa yang didirikannya. Lasanteru selanjutnya mengangkat Oppier bersama Latumeten sebagai malessy (ondelbevelhebbers)-nya untuk berperang guna melepaskan diri dari pengaruh negeri Nusaniwe. Lasanteru kemudian membangun sebuah benteng pertahanan yang bernama Benteng Lebe yang terletak pada suatu tempat agak ke bukit dari pantai Namalatu yang disebut Sama Tohi. Di tempat ini Lasanteru menetap dan namanya diubah menjadi Salhuteru dengan gelar Upu Latu Jorusana yang kelak menurunkan matarumah raja di negeri Latuhalat.

HATUHOAT / BATUHOAT

Katong yang di Latuhalat khususnya  yang tinggal di Ukuhuri , Omputty Dan Tupa sangat  mengenal Hatuhoat atau biasa di katakan Batuhoat yang mana terletak  di pantai Malulang atau lurus saja dari baeleo ke pantai distu akan kelihatan Hatuhoat / batuhoat ketika aer meti.
Ceritanya berawal  ketika kepulauan Banda terdapat sebuah pemerintahan bernama petuanan Rum yang berada di bawah kekuasaan kerajaan Sahulau di pulau Seram. Petuanan ini dikuasai oleh seorang latupatih yang berkedudukan di ibukota Lautaka. Karena pertumbuhan penduduk yang semakin pesat, maka Latupatih memerintahkan sebagian penduduknya berpindah ke pulau Jawa di bawah pimpinan puteranya yang sangat sakti dan memiliki kulit agak gelap sehingga dijuluki Latumeten ( = Raja hitam ). Rombongan dari petuanan Rum selanjutnya menetap di pulau Jawa, tepatnya di kerajaan Kahuripan. Pada waktu pengaruh Islam masuk ke pulau Jawa, rombongan Latumeten menolak ajaran tersebut dan memutuskan untuk kembali ke tanah asal mereka di kerajaan Sahulau. Rombongan Latumeten kemudian meninggalkan pulau Jawa menuju ke pulau Seram dan singgah di Waeputih (belakang tanjung Sial/Hoamual). Setelah melalui Hatusua, rombongan melanjutkan perjalanan ke pulau Ambon dan singgah di negeri Ureng. Setelah melalui beberapa negeri di pulau Ambon seperti Rumahtiga, Passo,Suli, Hutumuri, Halong dan Soya, mereka akhirnya singgah di pantai Ukuhuri, tepatnya di sebuah labuhan yanmg bernama Malulang, dimana perahu yang mereka tumpangi menjelma menjadi sebuah batu yang disebut Hatuhoat (= Batu perahu ). Perjalanan rombongan Latumeten dari suatu tempat ke tempat lain menyebabkan mereka dijuluki Tarinusa ( = Cari pulau ). Konon rombongan Latumeten dipimpin oleh seorang kapitan bernama Sakitawan. Di dalam rombongan tersebut terdapat seorang kapitan lain bernama Sulaiman. Kapitan ini memiliki warna kulit agak terang sehingga dijuluki Latuputty ( = Raja putih ). [Sumber lain bahwa Latuputty berhubungan saudara dengan Latupapua dari negeri Kilang]. Rombongan Latumeten kemudian mendirikan sebuah perkampungan yang bernama Tupa, tepatnya di suatu aliran air yang disebut Wairissa (= Air permusuhan) sambil mengintip kapitan Bontuwawa di benteng Amanlanite. Di tempat inilah mereka menetap dan menurunkan matarumah Latumeten hingga saat ini. Beberapa hari kemudian datanglah seorang kapitan Seram dari Hoamual dengan menggunakan sebuah gusepa/perahu yang bernama Lessy dengan gelar Satumalay. Sebelum melakukan perjalanan ke Tupa, kapitan ini berlayar dengan menggunakan buah hutung sehingga pada lahuhan tempat singgahnya tumbuh sebuah pohon hutung hingga saat ini. Kapitan Latumeten kemudian mengangkat Lessy sebagai anak angkatnya untuk melakukan perlawanan terhadap orang – orang Paupeealanit di benteng Amanlanite.

Minggu, 02 Desember 2012

AIR WAIMATANG & PAKU PAYUNG

Dari pulau Jawa datanglah beberapa kapitan yang menurunkan matarumah Mahulette . Dahulu daerah perbukitan semenanjung Nusaniwe banyak ditumbuhi alang – alang / ilalang. Leluhur matarumah ini menyangka alang – alang tersebut sebagai tanaman padi (tanaman pengenal suku Jawa) sehingga mereka menuju ke pantai utara semenanjung ini. 
Dalam perjalanan mereka membawa air yang diisi dalam ruas bambu dan sebuah payung untuk melindungi mereka dari terik matahari. Pada waktu singgah di semenanjung Nusaniwe, saudara mereka yang bungsu melanjutkan perjalanan ke Hitu. 
Sebelum berpisah mereka menanam bambu berisi air yang dibawa mereka Bambu berisi air tersebut kemudian menjelma menjadi sebuah mata air bernama Wewai di labuhan persinggahan mereka. Rombongan Mahulette kemudian melanjutkan perjalanan ke Ukuhuri dan Soapapala, sedangkan saudara mereka yang bungsu dengan menggunakan perahu berlayar menurunkan matarumah ini di bagian belakang jazirah Leihitu. Ketika rombongan ini tiba di pedalaman Ukuhuri mereka beristirahat dan melakukan makan bersama tetapi tidak menemukan sumber air. 
Payung yang dibawa mereka dalam perjalanan kemudian ditusuk ke dalam tanah dan mengalir sebuah mata air bernama Wermatan. Payung tersebut kemudian menjelma menjadi serumpun pohon paku berbentuk payung di sekitar mata air ini. Setelah melakukan makan bersama sebagian dari mereka melanjutkan perjalanan ke Soapapala. Kedatangan matarumah ini berhubungan dengan labah – labah sehingga mereka dijuluki Hahulawa.

TEHUPURING DAN GURITA


ADA SEBUAH KISAH YANG UNIK DIMANA MARGA  TEHUPURING TIDAK MENGKOMSUMSI GURITA,
BERAWAL DARI  NEGERI HOAMUAL DI SERAM BARAT, KARENA MEMATAHKAN SALIB EMAS RAJA NEGERI IHA AKHIRNYA KAPITAN TEHUPURING MELARIKAN DIRI DENGAN MENGGUNAKAN SEBUAH PERAHU AKHIRNYA IA TIBA DI SEMENANJUNG NUSANIWE.
DALAM PELARIANNYA KAPITAN TEHUPURING  MENGAMBIL GURITA SEBAGAI BEKAL .
PERJALANAN YANG BEGITU MELELAHKAN DITAMBAH DENGAN CUACA YANG KURANG BAGUS SERTA BADAI YANG BESAR MEMBUAT PELITA SERTA OBOR TIDAK DAPAT DIGUNAKAN KAPITAN TEHUPURING KAGET KETIKA GURITA YANG HENDAK DI POTONG BISA MENGEKLUARKAN CAHAYA SEBAGAI PENERANG AKHIRNYA NIAT MAKAN GURITA DIGANTI SEBUAH PANTANGAN TIDAK AKAN LAGI MAKAN GURITA.
AKHIRNYA SETELAH PERJALANAN YANG SANGAT MELELAHKAN TIBALAH KAPITAN TEHUPURING DIPANTAI SEILALE. KAPITAN TEHUPURING UNTUK SESAAT TERKEJUT KARENA ADA BEBERAPA EKOR ANJING YANG MENYAMBUT DIA NAMUN TIDAK MENGIGITNYA DAN DALAM KETIDAKBERDAYAAN TERNYATA ANJING ANJING ITU MEMBAWA MAKANAN UNTUKNYA PERILAKU ANJING ANJING TERSEBUT MEMBUAT TUANNYA CURIGA YAITU KAPITAN MANTULAMETEN SEHINGGA KAPITAN MANTULAMETEN BERUSAHA MEMBUAT PERHITUNGAN SAMA KAPITAN TEHUPURING NAMUN SEBELUM NIATNYA TERLAKSANA KAPITAN hURIHATUR (KAPITAN MATARUMAH KAILOLA ) TELAH BERTEMU KAPITAN TEHUPURING AKHIRNYA SAMA KAPITAN HURIHATUR DIDAMAIKAN, AKHIRNYA TEHUPURING MENETAP DI SEILALE DAN DIANGKAT SEBAGAI TUKANG BAILEO DAN KEPALA RUMAH IBADAT.
SEIRING DAN PERKEMBANGAN TEHUPURING MENYEBAR DAN TINGGAL SEPERTI DIUKUHURI DAN WAIMAHU

PULAU PENYU


Kapitan Latumeten sangat gusar dan marah ketika mendengar bahwa kapitan Lasanteru telah dipilih untuk mnjadi pimpinan untuk semua kapitan di ukuhuri.
Berangkatlah kapitan latumeten ke pantai namalatu , ketika sampai di pantai namalatu dengan kegusarannya dia menendang beberapa batuke arah laut, tetapi anehnya batu batu tersebut tidak tenggelam namun hanyut di bawa arus hingga sampai diperaiaran laut banda dan menyatu menjelma menjadi beberapa buah pulau diantaranya pulau penyu dan lucipara,hal inilah yg menjadi dasar mengapa pulau pulau tersebut memiliki hubungan dengan pemerintahan kapitan2 latuhalat.
Dan suatu saat ketika orang orang buton/binungku berlayar dan singgah di pulau tersebut ternyata di ketahui bahwa pulau itu telah ada yg punya namun yang istimewa dipulau itu banyak sekali terdapat teteruga/penyu yang mempunyai nilai jual yang tinggi namun hanya bisa diambil pada waktu2 tertentu untuk mendapatkan ijin berangkatlah mereka ke kapitan latumeten di tanjung nusaniwe tepatnya dibawa bulu pemali berserta ayam putih dan ramuan sirih-pinang sebagai syarat untuk dapat mengambil hasil dipulau2 tersebut.
Demikianlah hikayat mengapa pulau tujuh memiliki hubungan dengan latuhalat